Opini  

Mengembalikan Kejayaan Rempah Aceh Sebagai Pilar Ketahanan Perekonomian Nasional

Yasser Premana, S.Hut, MP. Foto Ist

Rempah-rempah merupakan jenis tumbuhan yang memiliki aroma dan citarasa yang khas (aromatic) baik dalam bentuk buah, daun, kulit, akar maupun umbinya. Rempah-rempah digunakan sebagai perisa atau pengawet alami pada makanan, penyedap/perasa (flavor), kosmetik, obat-obatan, makanan dan minuman serta dibutuhkan juga dalam industri wewangian (fragrance).

Komoditi rempah telah dimanfaatkan sejak 5000 tahun SM sampai sekarang Pala, cengkeh, kayumanis, lada telah digunakan sejak dahulu sebagai bahan ritual keagamaan, pengawet mayat, pengobatan, penyedap maupun perangsang makan oleh bangsa Mesir Kuno, Yunani, Romawi, China.

Rempah Nusantara pernah mengalami kejayaan di masa lampau, harganya yang sangat tinggi menjadikan rempah sebagai komoditi unggulan yang diperebutkan oleh para pedagang dari berbagai penjuru dunia.

Rempah Nusantara mampu melahirkan hubungan perdagangan internasional, namun disisi lain rempah nusantara juga mengundang penjajahan bangsa asing yang igin menguasai menguasi perdagangan rempah nusantara, diantaranya; Bangsa Portugis pertama kali datang ke Indonesia, diikuti Spanyol dan Belanda tiba di Banten tahun 1596. Selanjutnya pada abad 17 Belanda mendirikan VOC untuk memonopoli perdagangan rempah nusantara.

Terdapat lebih dari 200 jenis tanaman rempah di dunia, beberapa diantaranya telah diperdagangkan di pasar internasional. Rempah-rempah merupakan komoditas ekspor Indonesia. Wilayah Barat – Selatan (Barsela) Aceh memiliki sejarah emas tentang kejayaan rempah sejak masa prakolonial.

Bukti sejarah menunjukkan bahwa rempah merupakan penopang perekonomian masyarakat Aceh. Kisah yang sangat fenomenal “Lada Sicupak” pada tahun 1565 M juga menjadi bukti tentang peran penting rempah Aceh sebagai modal dalam perjuangan dimasa penjajahan. Aceh merupakan salah satu jalur perdagangan rempah Nusantara.

Aceh memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai “Pusat Kawasan Rempah Dunia” dengan komoditi unggulan diantaranya; Pala, Cengkeh, Kayu Manis, Kayu Putih, Lada, Sereh, Jahe, Kunyit, Nilam, dan lain-lain. Rempah Aceh memiliki kualitas yang sangat baik, bahkan beberapa diantaranya merupakan kualitas yang terbaik di dunia.

Hal ini dikarenakan Aceh memiliki agroklimat dan kesuburan tanah yang sangat sesuai untuk berbagai jenis tanaman rempah. Ketersediaan lahan juga masih sangat luas. Beberapa komoditi rempah Aceh berhasil menjadi komoditi unggulan ekspor Nasional. Nilai ekspor rempah terus meningkat seiring meningkatkan kebutuan pasar dunia. Sebahagian pasokan rempah Nusantara ke pasar internasional berasal dari Aceh.

Keberadaan beberapa perwakilan Swasta Internasional di Aceh hanya untuk memastikan agar rempah Aceh sampai ke negaranya. Sungguh potensi yang sangat luar biasa untuk dikembangkan. Namun akibat konflik berkepanjangan dan tsunami 2004, produksi rempah Aceh sempat mengalami penurunan yang tajam sehingga perlu terobosan untuk mengatasi permasalahan melalui upaya “Mengembalikan Kejayaan Rempah Aceh Sebagai Pilar Ketahanan Perekonomian Nasional”.

Terobosan ini perlu dilakukan sebagai upaya Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Kawasan di Aceh yang menggunakan pendekatan Integrated Upstream-Downstream Business dengan komoditi unggulan rempah-rempah. Upaya ini akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta Devisa Negara. Melalui program ini lapangan kerja yang luas akan terbuka di pedesaan, pengangguran dapat diminimalisir.

 Komoditi rempah diharapkan dapat menjadi salah satu Pilar Ketahanan Perekonomian Nasional yang berkontribusi pada Tujuan Pembangunan Nasional Berkelanjutan (Sustainable Development Goals).

 

Penulis             : Yasser Premana, S.Hut, MP

Praktisi Lingkungan dan Pemberdayaan Masyarakat)

E-mail              : yasser.premana2013@gmail.com