Jalan Panjang Pembangunan IPAL Kota Banda Aceh

Kepala Ombudsman RI Perwakilan Aceh Taqwaddin memeriksa sejumlah makam tua di lokasi pembangunan instalasi pembuangan air limbah di Gampong Pande, Kecamatan Kutaraja, Kota Banda Aceh, Selasa (27/4/2021). Foto : Ratno Sugito

Banda Aceh – Setelah sempat terhenti pembangunannya, kelanjutan pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Kota Banda Aceh akan ditentukan oleh hasil heritage impact assesment di lokasi pembangunan IPAL tersebut.

Pemerintah Kota Banda Aceh diminta segera membentuk Tim Terpadu untuk melalukan hal tersebut dengan melibatkan parah ahli yang idependent guna melakukan penelitian lebih mendalam.

Penelitian tersebut untuk memastikan apakah lokasi pembangunan ipal tersebut tempat bersejarah atau tidak, hal tersebut disampaikan oleh Kepala Ombudsman RI Perwakilan Aceh Dr. Taqwaddin Husin, kepada puluhan wartawan di lokasi Pembangunan IPAL di Gampong Jawa, Selasa (27/04/2021).

Turut hadir mendampingin kepala Ombudsman Aceh, jajaran Pemerintah Kota Banda Aceh, di antaranya Asisten I dan II, dan Kepala PUPR.

Selain itu, “Pemerintah kota juga perlu memprogramkan manajemen media dan melakukan edukasi serta sosialisasi terkait IPAL kepada puklik,” tambahnya.

Pembangunan ipal tersebut terhenti karena ada polemik bahwa lokasinya ada situs. Tapi, hingga kini belum ada penelitian yang menyebutkan lokasi pembangunan ipal tersebut merupakan tempat bersejarah

Kepala Ombudsman RI Perwakilan Aceh Taqwaddin bersama jajaran Pemerintah Kota Banda Aceh, di antaranya Asisten I dan II, dan Kepala PUPR di lokasi pembangunan instalasi pembuangan air limbah di Gampong Pande, Kecamatan Kutaraja, Kota Banda Aceh, Selasa (27/4/2021). Foto : Ratno Sugito

Di tempat yang sama, PLT Asisten II Setdako Banda Aceh Teuku Samsuar menerangkan, terkait pertemuan tanggal 19 April lalu di Kantor Ombudsman, Walikota telah mendapatkan resume hasil keputusan rapat di kantor Ombudsman Aceh, dan telah menindaklanjutinya dengan membentuk Tim Terpadu, terdiri dari berbagai unsur.

“Sebagaimana yang diutarakan oleh Kepala Ombudmasn, ada 4 rekomendasi. Untuk Tim tinggal di SK kan, dan untuk heritage impact assesment sedang berlangsung saat ini. Sedangkan untuk kegiatan sosialisasi akan kita tingkatkan lagi mulai sekarang, termasuk dengan kegiatan manajemen media seperti yang kita laksanakan hari ini’, Jelas Samsuar.

Kepala Dinas PUPR Kota Banda Aceh, Jalaluddin, selaku pelaksana teknis menguraikan sejarah pembangunan proyek IPAL yang dimulai dengan penyusunan masterplan IPAL skala kota pada tahun 2012 lalu serta telah melalui proses konsultasi publik, ini bantuan dari Kementerian PUPR, pemerintah kota hanya menyediakan lahan, di areal seluas 1 hektar.

“Proyek ini kita mulai ditahun 2015, dan dalam pelaksanaannya di akhir tahun 2017, saat penggalian kolam kelima di kedalaman 5 meter,ditemukanlan  6 nisan kuburan, seperti yang terlihat di sebelah sana. Pelaksana proyek dari kementerian PUPR menghubungi kita, dan kita tanggapi dengan mengundang pihak dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Aceh dan pihak terkait lainnya, dan informasinya tidak ada yang kita tutup tutupi”, kata Jalaluddin.

Ditambahkan, dari 1 hektar lahan yang tersedia,  yang digunakan untuk pertapakan IPAL hanya seluas 3 ribu meter, selebihnya digunakan untuk lahan parkir  serta fasilitas pendukung lainnya dan area hijau.

Untuk itu, pihaknya berharap, masyarakat dapat memahami posisi pemerintah kota, pada satu sisi perlu membangun IPAL yang menjadi kebutuhan utama untuk menyelamatkan lingkungan dan potensi sumber air bersih, si sisi lainnya juga menjaga serta melestarikan berbagai situs dan cagar budaya yang ada.

Menurut Jalaluddin, sebenarnya pemerintah kota telah ikut menyelamatkan situs tersebut (batu nisan) dan sama sekali tidak ada niat untuk merusak situs/cagar apapun yang ada di wilayah Kota Banda Aceh.