Nobar Before You Eat, Ungkap Fakta Perbudakan Modern di Laut dan Makanan Kita

Banda Aceh- Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) dan Greenpeace Indonesia berkolaborasi dengan FJL Aceh, Sahabat Laut, Rumoh Transparansi dan Literasi Visual menggelar nontong bareng film Before You Eat-Is Your Food Savery-Free? di Sekretariat Forum Jurnalis Lingkungan (FJL) Aceh, Banda Aceh, Aceh pada Sabtu (14/05/2022).

Before You Eat (BYE) merupakan film produksi Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) didukung oleh Greenpeace Indonesia yang *produksinya dimulai sejak 2019 dan ditayangkan secara perdana di Indonesia sejak Maret 2022*.

Penayangan film ini dihadiri berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Aceh dengan tetap mematuhi protokol kesehatan. Film bedurasi 97 menit sehingga waktu penayangan dan diskusi film ini berlangsung selama kurang lebih empat jam.

Film ini menyorot aksi perbudakan anak buah kapal (ABK) Indonesia di kapal ikan asing yang mengalami aksi kekerasan selama bekerja di kapal asing. Jam kerja yang panjang, makanan yang tidak layak, tidak diizinkan berkomunikasi dengan keluarga , sakit tanpa pengobatan hingga berujung pada kematian adalah beberapa contoh aksi perbudakan yang mereka (ABK Indonesia) alami.

Penayangan Film ini berdampingan dengan sesi diskusi dengan menghadirkan empat narasumber yang memiliki kontribusi dan keterkaitan dengan film ini, yakni Kasan Kurdi (Sutradara Film Before You Eat), Hariyanto Suwarno (Ketua Umum Serikat Buruh Migran Indonesia), Sepriady Utama (Kepala Komnas HAM Perwakilan Aceh) dan Khairol Aman (Mantan ABK di Kapal Asing).

Disampaikan oleh Ketua Umum SBMI, Hariyanto Suwarno, faktanya praktik perbudakan modern diatas kapal ikan asing masih terus terjadi dan semakin menjadi-jadi. Oleh karena itu, pemerintah tidak bisa lagi abai terhadap tugas dan tanggung jawab perlindungan.

“Pemerintah Indonesia harus segera melakukan tindakan konkret. Jika tidak, bisa dikatakan bahwa Pemerintah melanggengkan praktik buruk ini dan turut melakukan pembiaran pelanggaran HAM”, ujar Hariyanto.

Aksi perbudakan dan pelanggaran HAM ini turut dirasakan oleh Khairol Aman, selaku mantan ABK asal Aceh yang berhasil pulang setelah dua tahun lamanya bekerja dikapal ikan asing dan tidak berkomunikasi dengan keluarga selama bekerja.

 

“Saya teringat kembali mengenai apa yang saya alami dulu selama bekerja di kapal asing, setelah menonton film Before You Eat ini”, ungkap Khairol.

 

Sebagai sutradara film ini, Kasan Kurdi mengajak kita untuk teliti dalam memastikan apakah makanan laut yang terhidang di meja makan kita sudah terbebas dari aksi perbudakan. Makan secukupnya dan tidak membuang-buang makanan hasil laut, merupakan salah satu cara untuk menghargai nelayan dan ABK kita yang bekerja.

 

“Pernahkah kita terpikir bagaimana seafood yang akan kita santap bisa terhidang di atas piring kita? Apakah ikan tuna, cumi-cumi dan gurita yang menggiurkan dan sudah dimasak dengan berbagai bumbu ini ditangkap dengan cara yang baik?” tulis Greenpeace (pada caption instagram poster penayangan film “Before You Eat”?

Film “Before You Eat” membuka mata kita tentang apa yang sebenarnya terjadi pada anak buah kapal (ABK) Indonesia di kapal ikan asing yang bekerja secara tidak layak dan tidak mendapatkan hak sepenuhnya. Nasib ABK Indonesia ternyata tidak senikmat hasil tangkapan mereka yang tersaji di restoran-restoran mahal.