Banda Aceh – Pemutaran film Before You Eat berkolaborasi dengan Badan Eksekutif Mahasiswa fakultas kelautan dan perikanan (BEM FKP) USK, Himpuna. Ilmu kelautan, Forum Jurnalis Lingkungan Aceh, Sahabat Laut, Rumoh Transparansi dan Literasi Visual.
Penayangan kali ini digelar di Aula Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Syiah Kuala, Aceh, Kamis (9/6/2022).
Film before you eat merupakan film yang mengungkapkan Praktik Perbudakan Modern bagi Anak Buah Kapal, Perdagangan Manusia dan Kerusakan Lingkungan.
Perlakukan yang menyedihkan terhadap anak buah kapal (ABK) ini bukanlah hal yang baru. Tak jarang ABK indonesia menjadi korban kerja kerja paksa dan perbudakan modern di kapal perikanan ilegal. Kapal perikanan ilegal tak hanya mencederai lingkungan denga menyebabkan kondisi stok ikan dan ekosistem laut terancam.
Filmi ini diproduksi oleh Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) didukung oleh Greenpeace Indonesia.
Film ini menyorot kondisi para ABK yang meninggal karena sakit dan tidak diobati hingga dilarung ke laut tanpa persetujuan keluarga. Kekerasan yang dialami, kontrak kerja yang tidak jelas, dan tipu muslihat agen-agen perekrutan, serta prosedur pengiriman ABK yang tidak transparan membuat praktik ini disebut sebagai perbudakan modern.
Pemutaran film dan diskusi bertajuk “membangun kawasan kritis kaum muda dan intelektual dalam menyikapi kasus perbudakan di atas kapal perikanan asing”
Dalam sesi diskuai kali ini menghadirkan tiga narasumber yakni Juru Kampanye Laut Greenpeace Asia Tenggara, Arifsyah Nasution, Direktur Rumah Transparasi, Crisna Akbar dan Dr. Ir. Muhammad Irham M.Si. Wakil Dekan III Bagian Kemahasiswaan dan alumni Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Syiah Kuala.
Peserta nobar diikuti dari berbagai kalangan mahasiswa dan komunitas masyarakat di Aceh.
Film bedurasi 97 menit ini diproduksi sejak 2019 dan ditayangkan secara perdana di Indonesia sejak Maret 2022.
Pemateri pertama Wakil Dekan III Bagian Kemahasiswaan dan alumni FKP USK, Dr. Ir. Muhammad Irham M.Si. mengatakan film ini menceritakan tentang sistem yang rusak yang terjadi dalam tatanan sosial kita. Kemiskinan jadi acuan utama rusaknya sistem tersebut.
“Sebenarnya sistem yang rusak dibalas dengan sistem yang bagus. Sistem yang rusak itu karena kemiskinan, tidak tau aturan, kenapa kita miskin karena kita kurang dalam pendidikan,” tutur Muhammad Irham.
Selain itu, tambahnya perlindungan hukum yang bermasalah dan ekonomi itu sebagai salah satu penyebab adanya praktik perbudakan di Laut.
“Jadi orang miskin harus belajar. Apalagi sekolah sekarang gak harus bayar dari kearifan lokal bisa juga. Kedua kurang pendidikan. kurangnya perlindungan terhadap masyarakat dan uang berbicara dalam segala. Ini tidak dapat dibantah. kita semua membutuhkan uang,” ujarnya.
Dirinya juga mengatakan regulasi itu bagus karena kualitas pendidikan sudah baik
“Jangan takut bekerja dilaut. Di luar negeri regulasinya sudah bagus. Kalau anda berpendidikan maka anda tidak akan diekploitasikan,” pungkasnya.
Pemateri selanjutnya, Arif Nasution, Juru Kampanye Laut Greenpeace Asia Tenggara mengatakan Film dihadirkan untuk membangun kesadaran publik untuk menonton film ini agar mencari solusi yang terjadi di kelautan dan perikanan indonesia.
“Soal yang di usut tetap soal upah, tanggung jawab tetap pemerintah. Aturan yang sudah ada tapi masih lalai dalam penegakan hukum,” ujar Arif.
Dirinya menambahkan, solusi yang tepat yang bisa dilakuakan yaitu dengan melakukan aksi sosial baik personal Maupun komunitas guna mendorong maslah ini terselesaikan.
“Solusinya ini masalahnya sudah mendasar di konteks sosial dari kemiskinan. Solusinya adalah melakukan aksi sosial dengan mendesak dan mendorong agar masalah ini terselesaikan. Suara mahasiswa dan media menghadirkan solusi yang berdampak,” Pungkasnya.
Pemateri terakhir, Crisna Akbar, Direktur Rumoh Transparasi mengatakan isu perbudakan di kapal masih banyak terjadi di indonesia.
“Aceh sendiri masih Banyak kasus perbudakan di kapal, Aceh selatan salah satu banyak yang perbudakan di Aceh. Yang kedua di bireun dan lhokseumawe. artinya masih banyak kasus perbudakan di atas kapal yang ada DI aceh,” pungkasnya.